Monday, October 16, 2017

Niskala Rasa Ep. 4: Keyakinan

3

Kyuhyun - Still MV


Mungkin aku adalah manusia terbodoh di bumi ini, membiarkan diriku larut dalam kerinduan yang sengaja kuciptakan sendiri. Hampir sebulan aku menahan diri untuk berkomunikasi dengannya lagi dengan alasan ingin kembali meyakinkan diri. Lebih bodohnya, ketika keyakinan itu sudah mulai membulat, ku kikis ia hingga kembali persegi dengan berbagai persepsi yang penuh ragu akan diri sendiri.

Segitu takutnya aku kehilangan debaran itu, hingga saat ia sedang gila-gilanya aku terus menahannya. Tak kusadari bahwa semua itu hanya kesia-siaan yang makin menambah level debaran yang ku rasa dari sekedar gila menjadi liar. Kemudian berujung pada tangis yang berusaha ku redam di dalam kamar.

Kegundahan yang ku rasa mau tak mau mempengaruhi kerjaku di kantor. Aku banyak terdiam, kurang fokus, bahkan suatu hari, Pak Rahmat pimpinan di perusahaan menegurku karena mendapatiku sedang melamun.

"Hid, akhir-akhir ini kamu banyak gak fokusnya. Ada masalah?" Suara lembut nan tegas pak Rahmat baru terdengar jelas ketika ia menepuk pundakku.

"Ah... Tidak kok, pak. Mohon maafkan saya, Pak."

"Hid, namanya masa muda memang gitu. Banyak ragunya, banyak labilnya. Hari ini on fire, besok tiba-tiba down. Tapi sebenarnya ragu-ragu itu awal yang baik untuk menjadi dewasa asalkan cepat-cepat disikapi dengan keberanian untuk bertanggung jawab. Hari ini ragu gak apa-apa, artinya kamu masih memikirkan konsekuensi dari tindakan yang kamu lakukan. Tapi, ragunya jangan kelamaan. Pikirkan matang-matang, sikapi, hadapi. Itu baru anak muda." Pak Rahmat kembali menepuk pundakku seolah menyalurkan energi positifnya.

Dia berlalu dengan senyum misterius seakan-akan ia dapat membaca isi kepalaku tanpa perlu kukatakan padanya.  Semua yang dikatakannya benar, aku ragu karena aku takut. Aku takut suatu hari debaran itu hilang. Aku takut kami tak bisa bersama hingga maut memisahkan. Aku takut tak mencintainya lagi suatu hari nanti. Tapi untuk apa aku takut ketika aku memiliki begitu banyak cinta untuknya. Untuk apa aku takut ketika saking berharganya rasa ini, aku takut kehilangannya. Untuk apa aku takut, ketika aku bisa memupuk cinta untuknya setiap hari. Aku tak perlu takut.

Deru mesin pesawat kini menjadi soundtrack rasa rinduku yang sebentar lagi akan tunai. 45 menit jarak dari bandara Singai Nibandera ke Bandara Sultan Hasanuddin terasa amatlah lama.
Kuputuskan untuk memandangi awan beriring melalui jendela pesawat kegiatan yang amat kusukai setiap kali bepergian via udara. Perlahan aku mulai dirayapi rasa was-was membayangkan reaksi Amira saat kami bertemu nanti. Gadis itu pastilah amat marah dengan sikapku yang menghilang begitu saja kemudian muncul kembali secara tiba-tiba. Bagaimana jika ia menolak untuk sekedar bertemu denganku? Bagaimana jika kesempatan untukku sudah tidak ada lagi?

Hey, anak muda. Jangan dikuasai rasa ragumu. Mencobanya saja belum, sudah ciut duluan!

Itu bukan suara siapa-siapa. Itu suara dari dalam diriku sendiri yang sedang berperang melawan keraguanku. Perang yang akhirnya dimenangkan oleh kesiapanku menerima semua reaksi Amira nantinya. Entah dia akan memarahiku, menamparku, atau memalingkan pandangannya dariku untuk selamanya, aku sudah siap.

***

Gadis itu kini duduk di hadapanku, menyesap Lattenya dalam diam. Sesekali ia menyibukkan diri dengan ponselnya.

"Maafkan aku," kalimat itu terdengar bergetar keluar dari mulutku.

"Kakak gak salah apa-apa."

Ia kelihatan tenang, tapi aku tau kalimat itu bermakna aku telah melakukan kesalahan yang terlampau besar.

TO BE CONTINUED...

3 comments: