Kyuhyun - Million Pieces MV |
"Izinkan aku berfikir, kak. Sepulang umroh, aku akan memberi jawaban pada kakak."
Itulah jawaban Amira saat aku bertanya perihal kelanjutan hubungan kami. Tentu. Aku akan memberinya waktu. Tidak mungkin aku mendesak gadis itu setelah apa yang telah kuperbuat padanya. Aku sudah amat sangat beruntung karena ia bersedia menemuiku, bukan?
Dua hari kemudian, aku memutuskan untuk mengantar Amira dan keluarganya ke bandara. Itu bukanlah apa-apa, tapi setidaknya aku ingin berbuat sesuatu sebelum ia pergi. Ibu dan kakakku juga menujukkan dukungannya dengan menyusulku ke Makassar. Mereka juga ingin mengantarkan Amira dan keluarga.
Kini aku telah berada di mobil Kak Luthfi, kakak Amira. Bukan Cuma berdua, ibuku dan Amira pun berada di mobil yang sama. Kak Luthfi memegang kemudi. Sorot matanya yang tajam dapat kulihat melalui spion depan. Sorot mata itu tidak terlihat ramah, membuatku merasa tidak nyaman.
Mesin mobil pun dinyalakan dan dalam hitungan detik mobil melesat dengan kecepatan tinggi. Kak Luthfi mengemudikan mobil dengan membabi-buta, seolah ia adalah Kimi Räikkönen yang tengah berada di sirkuit Formula 1. Aku tidak mengerti apa yang ada dipikirannya saat ini, hanya saja aku merasa bahwa ia sedang melakukan aksi penolakan terhadapku. Aku bahkan belum menerima jawaban dari adiknya, dan kini kakaknya menunjukkan kode penolakannya terhadapku. Sepertinya, perjuanganku ke depan tidak akan mudah.
Jangan tanyakan apa yang terjadi setibanya kami di gerbang keberangkatan. Hingga pesawat yang membawa Amira terbang, kak Luthfi tak sedikitpun menunjukkan keramahannya padaku. Ada rasa kecewa yang menyesap di hati tetapi perlahan aku bisa berdamai dengan kekecewaan itu. Aku berusaha mengerti bahwa sikap kak Luthfi menunjukkan sisi protektifnya terhadap Amira. Jika aku berada di posisinya, aku juga pasti akan sangat selektif saat ada laki-laki yang berusaha mendekati adik semata wayangku. Sikap penolakannya mungkin adalah bentuk kasih sayangnya kepada Amira dan tugasku adalah untuk tidak pernah menyerah hanya karena kode penolakan ini. Mungkin ini juga adalah konsekuensi dari rasa ragu yang menderaku dulu. Rasa ragu yang tak hanya menyakitiku, tapi juga Amira.
Beberapa jam berselang, ponselku berdering menunjukkan nama Amira di layarnya. Segera aku mengangkatnya dan terdengar ucapan salam dari seberang sana.
"Kak, maafkan sikap kak Luthfi tadi. Aku sangat tidak enak apalagi sama Ibu. Pasti beliau tidak menyangka kakakku akan bersikap seperti itu."
.....
.....
Ada jeda sejenak hingga aku menjawab
"Aku tadi sedikit kecewa, tapi aku dan ibu bisa mengerti. Jadi, jangan merasa terbebani." Kuharap kalimat itu bisa menenangkannya.
Tidak banyak yang bisa kami bicarakan hingga kami memutuskan untuk mengakhiri panggilan telepon itu dengan canggung.
***
Aku tahu Amira pasti akan berdoa yang terbaik untuk hubungan kami. Apakah kami akan bersama nantinya, atau jodoh berakhir sampai di sini saja, Allah-lah yang Maha Tahu apa yang terbaik untuk kami. Aku pun tak ingin kalah dari Amira. Kupanjatkan doa pada Sang Pemilik Hati berharap kami senantiasa dikuatkan dan bersyukur dalam menghadapi apapun yang Allah tuliskan untuk kami di masa depan.
To be continued...