Friday, January 6, 2017

Promise?

0


Jingga sedang mendominasi langit
Rupanya satu hari kembali terlewati dengan sia-sia.

“Apa yang kulakukan hari ini?” teriakku frustasi.

“Hei kawan, kita menikmati hari bersama.” Suara itu entah muncul dari mana. Aku menolehkan kepalaku ke segala penjuru. Tak kutemukan asal suara itu.

“Siapa kamu?”

“Kamu tak tahu aku? Sungguh?”

Aku menutup telinga, berusaha mengabaikan suara yang seolah mengejekku.

“Berdirilah kawan, lihat cermin yang ada di hadapanmu. Tatap ia saksama dan kau akan menemukanku di sana.”

Apa? Cermin? Tunggu! Ini terasa sedikit menyeramkan. Aku sama sekali tidak ingin merasakan pengalaman mistis dalam hidupku. Tapi rasa penasaranku menang telak.

Kini aku berdiri menatap cermin, hanya ada bayangan diriku yang nampak awut-awutan. Aku pasti sudah gila. Tak kutemukan sosok suara itu seberapa keraspun aku melotot pada kaca di hadapanku.

“Rupanya kau belum sadar kawan. Aku hidup dalam dirimu. Kau merawatku dengan baik. Kau tolak mentah-mentah kewajibanmu dan memilih untuk bersenang-senang denganku. Kau ingkari logikamu. Kau lebih senang bermimpi bersamaku daripada berjuang keras mewujudkannya. Aku adalah kemalasan yang kau pelihara. Dan begitulah kau mengakhiri setiap harimu dengan penyesalan.”

Aku terpukul mendengar suara itu. Ia benar. Sungguh benar. Maka aku berjanji untuk melewati hari dengan lebih bermanfaat. Kuharap mentari segara terbit. Aku ingin segera memulai hari baru, mengakhirinya dengan rasa bangga karena berusaha sebaik mungkin, lalu esoknya memulai lagi dengan semangat yang utuh.

***

Cahaya matahari telah  menerobos kusen jendala. Kukerjapkan mataku perlahan. Kudapati diriku masih terbalut selimut hangat. Lagi-lagi aku mengingkari janji pada diri sendiri.

0 comments:

Post a Comment