Title: The Silent Patient
Author: Alex Michaelides
Pages: 395 pages
Genre: Mystery (crime,
psychological mystery)
Publish date: 2019
Saya mengetahui buku
ini dari salah satu booktuber Indonesia (Aya Sophia) yang saat itu membuat
event baca barengaan dengan para subscribernya. Dia memillih buku ini sebagai
buku yang akan dibahas bersama. Sinopsinya menarik, covernya keren, genrenya
misteri, dan saya tak punya alasan untuk tidak tertarik membaca buku ini.
The Silent Patient?
Alicia Berenson,
seorang pelukis ternama, ditangkap di hari ketika suaminya, Gabriel Berenson,
ditemukan meninggal dengan lima luka tembak di wajah. Senapan yang menjadi
senjata pembunuhan ditemukan di tempat kejadian dan memiliki sidik jari Alicia.
Alicia tidak mengakui, tidak pula membela diri. Ia tak mengeluarkan sepatah
kata pun sejak hari kematian suaminya. Divonis mengidap gangguan kejiwaan,
Alicia hanya menjalani masa hukuman yang singkat lalu diserahkan ke Rumah Sakit
untuk di rawat. Semua psikioterapis menyerah untuk menangani Alicia karena tak
ada kemajuan pun yang terlihat. Hanya sekali ia menyalurkan emosi, itupun
melalui sebuah lukisan. Lukisan itu berupa potret dirinya yang penuh luka
dihiasi huruf Yunani biru terang di sudut bawah kanvasnya. Satu kata tertulis
di sana: ALCESTIS.
Theo Faber adalah
seorang psikoterapis yang bersemangat. Mengetahui keadaan Alicia, ia bertekad untuk
menyembuhkan Alicia. Dengan tekun ia menggali rahasia demi rahasia yang
tenggelam dalam diamnya Alicia. Akankah ia berhasil?
What I Feel?
Well, jujur saya
sangat tertarik ketika mendengar dan membaca sinopsis novel ini. terlebih lagi,
The Silent Patient memenangakan Goodreads Choice Awards kategori Thriller di
tahun 2019. Hal tersebut membuat ekspektasi saya melambung tinggi.
Di Awal novel, saya
cukup bertanya-tanya mengapa penulis terlalu menceritakan banyak hal yang
menurutku sangat tidak penting. Ekspektasi saya, novel ini akan menguak misteri
melalui clue-clue yang diutarakan
Alicia melalui lukisannya. Tetapi ekspektasi hanyalah ekspektasi. Saya bukan
penulisnya dan skenarionya takkan bisa saya atur sesuai keinginan saya.
Sebuah genre misteri identik
dengan plot twist di akhir cerita.
Memang di sanalah letak serunya. Namun di novel ini, saya tidak dibuat terkejut
oleh twist yang disajikan. Menurut
saya, alurnya terlalu mudah untuk ditebak sehingga mengurangi keseruan dalam
membaca novel ini. Saya biasanya sangat bahagia jika berhasil menebak pelaku
pembunuhan dalam setiap novel misteri yang saya baca. Mengapa? Karena sampai
akhir, meskipun saya menebak, saya masih memiliki banyak pertanyaan dan
keraguan. Berbeda dengan novel ini, saya sangat berharap bahwa penulis
memberikan saya kejutan yang amat sangat mengejutkan di akhir cerita. Lagi, itu
hanyalah sekedar ekspektasi.
Highlight?
- Satu hal yang saya sukai dari novel ini adalah kisah
Alcestis. Walapun porsinya sangat sedikit, tetapi cukup untuk membuat saya
penasaran dan mengetikkannya di mesin pencarian.
- Buku harian Alicia mengungkapkan betapa kesepiannya
para penderita mental disorder. Kalau kata Joker “People asks you to behave as you don’t.” Ketika Alicia
mengungkapkan apa yang dilihat atau dirasakannya, semua orang tidak
mempercayainya. Semua orang memintanya untuk sadar, seolah-oleh apa pun yang
diungkapkanya hanyalah ilusi, mencekokinya dengan obat ketika ia tetap
bersikeras akan ucapannya, hingga akhirnya ia berpura-pura semua baik-baik saja
dibandingkan harus kehilangan akal sehatnya oleh obat berdosis tinggi.
- Warning: Novel ini berlabel
17+ jadi harap bijak dalam memilih bacaan.
Butuh waktu setidaknya
enam hari bagi saya untuk menamatkan buku ini. Kendala yang cukup mengganggu
adalah Bahasa penerjemah yang menurut saya kurang pas di beberapa bagian dan
membuat saya harus membaca berkali-kali hingga memahami maksudnya. Buku ini
mungkin tidak memenuhi ekspektasi saya tetapi berkenalan dengan Alicia Berenson
cukup menyenangkan.