Monday, September 25, 2017

Niskala Rasa Ep.3: Keraguan

2


Yesung - Paper Umbrella MV


Perjalanan tak selamanya mulus dan lancar. Kadang kita akan menemui jalanan berbatu, berliku-liku,  macet, berlubang, dan segala macam cobaan yang membuat kita ragu untuk melangkah. Begitulah yang kurasakan pada hubunganku dan Amira saat ini. Ada sedikit keraguan di sana. Hubungan kami selama ini baik dan lancar-lancar saja. Aku bahkan sangat mengharapkan ia adalah takdir yang telah digariskan Tuhan untukku. Namun, pertemuan dengan sahabatku membuat nyaliku sedikit ciut untuk melangkah maju.

"Mana Masita? Kok gak bareng?" Aku bertanya karena heran Roy, sahabatku tak datang bersama isterinya.

"Hubungan kami sudah berakhir, Hid. Mungkin karena kami tidak memiliki waktu untuk saling mengenal lebih lama. Aku dengan cepat memutuskan untuk menikahinya saat kami diperkenalkan oleh keluarga kami."

Kisah Roy sama persis dengan hubunganku dengan Amira saat ini.

"Waktu itu aku sangat menggebu-gebu, berbunga-bunga, seolah aku dan Masita memang ditakdirkan untuk bersama. Nyatanya, hubungan kami tak berjalan mulus. Ia sering menangis karenaku dan kami tak dapat mencegah perpisahan." Ada jeda. Kami terdiam.

"Bagaimana denganmu, Hid? Sudah punya calon?" Roy melanjutkan.

Aku  pun menceritakan tentang hubunganku dengan Amira yang cukup sehat untuk dilanjutkan ke jenjang yang lebih serius.

"Hid, sebagai sahabatmu, aku cuma menyarankan agar kau pikirkan baik-baik lagi keputusanmu menikahi gadis itu. Aku rasa kau cukup tau karaktermu yang mudah bosan dan tak pernah puas. Aku tidak bermaksud meragukanmu, kawan, tapi aku juga tak mau kalau kau bernasib sama dengan sahabatmu ini."

Perbincangan itu sangat menggangguku. Meski sedikit kecewa tak mendapat kalimat dukungan dari sahabatku, aku mengakui bahwa apa yang dikatakannya  tentang diriku benarlah adanya. Pertanyaan silih berganti bersemai dalam benakku. Apakah rasa sukaku pada Amira akan bertahan? Ataukah tabiatku yang suka mencari-cari kelemahan orang lain bahkan menolak orang lain tanpa alasan belumlah hilang? Amira adalah gadis baik yang tak ingin kusakiti. Bagaimana jika debaran itu tiba-tiba menghilang dan aku menyakitinya?

Beberapa hari ini aku sama sekali tidak menghubungi Amira. Sekali dua ia menghubungiku namun aku mengabaikannya. Setelah itu tak adalagi telpon maupun pesan darinya. Keadaan itu sangat menyiksaku.

Setiap malam aku berdoa memohon petunjuk Sang Pemilik Hati. Berharap hati hamba yang meragukan diri sendiri ini menjadi lebih tenang dan bijak. Jika memang Amira adalah jodoh untukku, aku memohon ketetapan hati. Jika tak ada jodoh di antara kami, aku memohon agar gadis sebaik Amira mendapatkan pria baik yang tak meragukan perasaannya.

Malam ini, aku tertidur dengan rasa rindu pada gadis itu. Gadis yang mungkin telah membenciku karena tiba-tiba menghilang. Malam ini aku tertidur berselimut duri keraguan yang kutabur sendiri. Kuharap tak ada air matanya yang menetes karenaku.

To be continued...

Niskala Rasa Ep.2: Pertemuan

0


Dialah Amira, gadis yang tengah duduk tersipu di samping ibunya. Entah ada magnet apa yang menarik pandanganku, hingga aku rela berkali-kali mencuri pandang ke arahnya. Namun kecewa akhirnya, karena gadis itu tak sekalipun melihat ke arahku.

Apa aku objek yang tak kasat mata di hadapannya?
Ataukah dia tak menginginkan perjodohan ini?
Untuk pertama kalinya dalam misi ibu mencarikanku pendamping hidup, aku merasa takut untuk ditolak.

“Nak Amira, gimana S2nya?” suara ibu membuyarkan lamunanku.

“Sudah tahap penyusunan thesis, tante. InsyaaAllah kalau lancar, tahun ini bisa selesai.” Jawab gadis itu bersemangat.

“Kalo Syahid gimana?” Kini giliran ibunya yang bertanya. “Kerja di pertambangan seru gak?”

“Alhamdulillah tante. Banyak tantanganya sih. Tapi saya enjoy dan semuanya lancar.”

Begitulah perbincangan keluarga ini mengalir. Orang tua kami dengan akrab membahas apa saja yang bisa mereka bahas. Sedangkan kami, hanya duduk bak anak manis dan sesekali menjawab saat ditanya. Akhir dari pertemuan ini adalah kesepakatan mengenai perjodohan yang akan dibicarakan lebih lanjut nanti. Aku dan Amira, lebih tepatnya orang tua kami, memberi waktu untuk saling mengenal terlebih dahulu.

Jauh-jauh ke Jeneponto dari Kolaka dalam rangka melaksanakan misi ibu setidaknya tidak sia-sia. Ibu merasa bahagia dan aku pun tak ingin menolak untuk mengenal gadis itu lebih jauh. Entahlah. Semua terasa menyenangkan, kecuali kenyataan bahwa ia tak sedikit pun melihat ke arahku selama 3 jam aku berada di rumahnya. Tapi aku merasa ada sesuatu yang membahagiakan di dalam sana. Aku merasa lengkap tanpa tau apa penyebabnya. Bibirku melengkungkan senyum, menatap layar ponsel yang bertuliskan nomor gadis itu. Apa dia juga bahagia? Aku membatin.

*

“Hid, cemberut aja sih. Itu hape salah apa memangnya sampai dicemberutin?” kata bapak tiba-tiba duduk di sampingku, menyetel TV dan menonton pertandingan bola PSM vs Persib.

Bagaimana tidak kesal, sudah satu jam sejak ucapan salam itu kukirimkan melalui whatsapp tapi gadis itu belum juga membalasnya. Apa dia akan mengacuhkanku seperti ini? Menolakku tanpa sepatah kata pun? Sekacau inikah perasaan para gadis yang kutolak dulu? Aku tau karma itu ada, tapi aku tak menyangka akan menerimanya secepat ini.

“Pak, menurut bapak cewek itu rumit gak, sih?”

“Cewek itu sebenarnya sederhana. Bapak analogikan seperti bola.”

“Maksud bapak musti dikejar terus ditendang?”
Jari-jari bapak yang dihiasi batu akik sukses mendarat di kepalaku.

“Dengar dulu kalo orang tuanya ngomong. Hati wanita itu bagaikan gawang yang dijaga oleh kiper. Ia akan terus-menerus menjaga pertahanannya.  Lalu apa yang harus dilakukan untuk bisa meruntuhkan pertahanan itu? Usaha. Ciptakan peluang. Jangan berhenti hanya karena dihalau sekali dua. Hati wanita itu tidaklah serumit yang kita pikirkan. Mereka hanya ingin melihat usaha kita. Seberapa besar kita memperjuangkan mereka. Dan Gooooolllllll.”

Nasihat bapak diakhiri dengan teriakan panjang yang membuatku terkaget. Ferdinand Sinaga baru saja menjebol pertahanan Persib Bandung setelah berkali-kali ia mencoba.

Bersamaan dengan uforia kemenangan PSM, ponselku bergetar menandakan satu pesan masuk.

Wa'alaikumussalam

Aku spontan berdiri dan menari bahagia, menemani bapak yang juga sedang merayakan kemenangan PSM. Tak ingin menyia-nyiakan momentum, buru-buru kuketik pesan balasan.

Satu jam kembali berlalu, dan lihatlah betapa gadis itu sudah mempermainkan emosiku sedemikian rupa. Setelah senyumku terkembang karena salamku dijawab olehnya, kini aku kembali dibuat menanti dengan kesal hanya untuk mengetahui apa yang sedang dilakukannya saat ini. Apa dia sesibuk itu? Atau dia sedang menjalankan misi “hard to get” agar aku penasaran? Apapun misinya, dia telah berhasil membuatku sekacau ini. Tapi Ferdinand takkan mampu mencetak gol jika ia menyerah, bukan?

**

Tak terasa, sudah sebulan aku dan Amira saling berbalas pesan via whatsapp. Benar kata bapak. Pertahanan Amira perlahan-lahan mulai melonggar. Dulunya, ia hanya menjawab pertanyaanku dengan singkat. Sekarang, jawaban itu sudah disertai dengan beberapa keterangan pendukung. Bahkan, kini ia mulai mengirimiku pesan terlebih dahulu.

Pernah suatu hari, aku amat sibuk dengan pekerjaan di kantor sampai-sampai tak sempat untuk sekedar memegang ponselku. Kebiasaanku untuk mengirimi Amira pesan pun tak kulaksanakan hari itu. Sesampainya di rumah, aku melihat ada dua pesan yang dikirimkan olehnya. Agak terdengar berlebihan, tapi rasa lelahku rasanya menguap begitu saja. Sepertinya gadis itu merindukanku. Tidak, dia pasti merindukanku.

Segera kutekan tombol telpon pada layar ponselku. Tak disangka, ia menjawab telponnya sebelum nada sambung sempat terdengar. Untuk pertama kalinya, aku dan Amira mengobrol sebanyak itu. Di titik ini, Amira adalah definisi bahagia menurut versiku.

To be continued..

Dalam Fiksi

0


This is my favorite song of BEAST (Korean Boyband). The lyrics are so sad yet meaningful. This is how my mind  imagined the story. I recommend you to listen to the song. Here is the link :
Fiction

Hope you enjoy!

I can’t still forget you
I still can’t trust anything
Even today I can’t send you away like this

Aku berada di ruangan berdinding putih. Fotomu tergantung di setiap sisi. Cantik. Kau memang cantik. Bukan hanya parasmu, hatimu pun demikian. Apa aku seburuk itu hingga takdir tak mengizinkan kita untuk bersama? Kau pergi dengan senyum merekah, seolah perpisahan memanglah jalan terbaik bagi kita berdua.

Benar! Aku tidaklah sepertimu. Rasanya sangat sulit untuk menerima semua ini. Tangan kita yang saling menggenggam erat, terurai dengan perlahan hingga ia terlepas dan tak bisa kuraih lagi. Cairan bening menumpuk di pelupuk mataku, hingga aku terlelap dalam isakan sambil memeluk harapan untuk bersamamu lagi.

I will rewrite again
Our story will not end
I will burry fact that reality is seeping into my skin for now
I will rewrite once again
The start beginning with you and I smiling happily
In case you will leave me
The background is a small room without an exit


Suara ayam berkokok membangunkanku. Samar-samar kulihat siluet yang kurindukan berjalan ke arahku. Masih berusaha mengembalikan kesadaran kau telah terduduk manis di sampingku, menyingkap selimut yang masih membalut tubuh ringkihku, lalu melempar senyum bahagia.

Ruangan ini terasa berbeda.  Tak ada celah sedikitpun untuk keluar. Namun mentari seakan bersinar mengelilingimu. Tak apa! Kita berdua berada di ruangan tanpa pintu pun tak apa. Selagi dirimu berada di sisiku, aku tak membutuhkan apa-apa lagi.

I kiss you as if there is nothing wrong
I can’t leave your sweet presence
There is no such thing as an end for us


Aku menggenggam erat tangan lalu mengecup keningmu sekilas. Aroma manis memanjakan indera penciumanku. Ini memang benar dirimu. Kepahitan yang melandaku seolah menguap dan seketika menghilang tergantikan manisnya hadirmu. Kehadiranmu memenuhi hati dan pikiranku hingga ingatan pahit itu tak memiliki celah untuk menggangguku lagi. Aku dan kau kini bersama kembali. Aku tak merisaukan apapun, bahkan perpisahan. Tidak akan ada akhir dalam kisah kita.

Right now, there are only happy stories here
The very happy stories of just two of us
(different from reality) is written here
It’s slowly filling up


Apa kau bahagia bersamaku? Senyum merekahmu seolah menjawab mengiyakan. Mari kita memulai lagi kisah ini dari awal. Merancang kebahagiaan tanpa perlu melibatkan siapa-siapa, hanya kita berdua. Mengisi hari demi hari dengan kebahagiaan yang tiada akhir.

I run towards you and embrace you
I can’t never let  you go
There is no such thing as an end for us
I will say this again, one more time
Right now, you are next to me
I’m believing like that


Aku terkejut ketika kau berjalan menjauh. Jangan!Kau jangan pergi!Secepat mungkin aku merengkuhmu dalam pelukanku. Aku takkan pernah melepaskan pelukan ini. Seperti kataku, tidak akan ada akhir dalam kisah kita. Kau mengangguk kemudian duduk di sampingku. Kita duduk bersisian sambil memandang satu sama lain. Bola mata cokelat itu seolah menyinari kehampaan ruangan ini. Kuyakinkan diriku sekali lagi bahwa kau ada di sampingku.

“Aku mencintaimu.” Bisikku.

**


Seorang pria tampak bermandi peluh dan air mata. Tangannya dengan sigap menuliskan kata demi kata pada selembar kertas usang. “Aku mencintaimu. Aku mencintaimu. Aku mencintaimu.” Seolah tak kenal lelah, ia terus menuliskan kalimat itu tanpa henti. Ia tak tahu, akhir seperti apa yang akan dituliskannya. Ia kehilangan arah, dan hanya mampu menuliskan rasa cintanya berulang kali. Di benaknya, kisah itu baru saja dimulai dan takkan pernah berkahir. Jika nyata tak mendukung, ia sanggup hidup dalam fiksi selamanya.

I’m the writer who lost his purpose
The end of this novel, how I supposed to write it
I love you. I love you. I love you. I keep writing this three words
Setting the worn out pen on the paper strained in tears
This story can’t be happy or sad
I am happy we are together
Now is the start, there is no end (Fiction in fiction in fiction)