Di suatu desa, hiduplah seorang pemanah
ulung. Orang-orang mengatakan ia dan panah adalah jodoh dari surga. Begitulah,
bakatnya muncul sejak kecil dan tanpa usaha yang berarti ia mampu menaklukkan
sasaran-sasaran yang ada di depannya. Ia adalah pemanah terhebat di antara
teman sebayanya.
Suatu hari sang pemanah memutuskan untuk
berburu di hutan. Ia melihat rusa dan memutuskan untuk menjadikannya target
sasaran. Ia pun mengarahkan busurnya dan melepas anak panah dengan yakin. Angin
bertiup kencang, membuat anak panah tersebut meleset. Untuk pertama kali dalam
hidupnya si pemanah merasakan kegagalan.
Keesokan harinya, ia kembali berburu. Lagi,
dilihatnya seekor rusa di balik semak belukar. Ia mengarahkan busurnya. Namun
naas, busurnya rusak sebelum ia sempat melepas anak panahnya.
Di hari berikutnya, si pemanah kembali
gagal membawa pulang seekor rusa. Lagi-lagi serangannya meleset.
“Ada apa denganmu?” tanya teman sang
pemanah
“Aku kurang beruntung akhir-akhir ini.
Angin meniup anak panahku ke arah yang salah, Busurku rusak, dan hari ini
suasana hatiku tidak terlalu baik untuk memanah.” Jawab sang pemanah.
“Aku dan panah adalah jodoh dari surga.
Tapi sepertinya ia mengkhianatiku akhir-akhir ini.” Ucapnya lagi.
**
Dalam hati sang Panah membatin…
Andai aku bisa berbicara, akan kuberitahu
kau. Aku tak pernah berkhianat. Kaulah yang meninggalkanku di kala orang-orang memuji
kehebatanmu. Kau jarang berlatih memanah karena kau merasa memiliki bakat alami
sejak dilahirkan. Mengapa kau memanah tanpa memperhitungkan arah angin? Mengapa
kau tidak membawa busur cadangan? Mengapa kau menyalahkan kondisi hatimu saat
gagal mendapatkan yang kau inginkan? Mengapa kau tidak berusah lebih keras?
Mengapa kau terkungkung pada alasan-alasan yang sengaja kau buat untuk menghibur
dirimu sendiri?
Benar...
Semua hanyalah alasan yang kau buat untuk mempertahankan
keangkuhanmu.
Andai aku bisa berbicara, akan kuberitahu
padamu bahwa bakat tanpa usaha adalah kesia-siaan belaka. Aku tak pernah
mengkhianatimu. Aku hanya ingin kau melebihkan usahamu.
0 comments:
Post a Comment