Kecemasan.
Kegelisahan.
Aku sudah merasakannya sejak duduk di bangku kuliah. Ada masa di mana aku merasa takut untuk melangkah. Perasaan itu memuncak ketika aku lulus Perguruan Tinggi. Aku takut menjalani kehidupan yang sebenarnya, Aku takut salah langkah. Aku takut keputusanku tidak cukup bijak sehingga mengecewakan orang-orang yang percaya padaku.
Kegelisahan itu justru mengikat kaki dan tanganku. Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku minder. Aku tidak percaya diri. Aku kurang baik bersosialisasi. Aku selalu ragu karena berpikir terlalu jauh. Aku memikirkan hal-hal yang belum pasti terjadi. Aku takut pada sesuatu yang abstrak seperti itu. Menyedihkan sekali, bukan? Aku merasa tidak memiliki daya. Orang terlemah, dialah aku.
Keadaanku dipersulit oleh mulutku yang terkunci, hatiku yang tidak ingin berbagi kesedihan, mataku yang gengsi mengucurkan air mata. Aku membutuhkan orang lain, aku tahu. Tetapi, aku merasa bahwa orang lainpun memiliki beban yang mereka pikul. Aku tak ingin memperparahnya dengan bebanku. Di sisi lain, aku juga tak ingin menunjukkan sisi lemahku.
Di saat sulit seperti itu, aku memeluk diri sendiri sambil berkata bahwa semua akan baik-baik saja, semua pasti berlalu dan aku bisa menghadapinya. Aku akan menangis tanpa suara lalu kembali menata pikiranku yang kalut. Cara itu selalu berhasil menenangkanku untuk sementara.
Lee Seung Gi (aktor Korea Selatan) berbicara mengenai kegelisahannya dalam sebuah acara ragam. Seseorang berkata kepadanya bahwa kegelisahan menunjukkan bahwa kita sudah dewasa. Bukan berarti kita akan mendiamkannya begitu saja. Hal yang bisa kita lakukan adalah untuk lebih berani mengambil langkah pertama. Di saat kita melangkah, kegelisahan itu akan menghilang perlahan.
Aku tersentuh oleh kalimat itu. Tak kusadari air mataku menetes perlahan. Ada nyeri di dalam sana juga semangat baru yang harusnya bisa kujaga agar tetap berkobar. Aku mengingat, aku pernah menuliskan hal semacam itu dalam satu cerpenku,
Aku pernah memiliki pemikiran seperti itu, namun kekuatannya hanya sebatas kata-kata seorang amatir dengan energi yang lemah. (Aku menertawai diri sendiri. Bagaimana aku bisa menyentuh hati pembacaku saat aku sendiri tak tersentuh oleh kalimat yang kutuliskan?). Sembari menulis ini, aku berusaha menyalurkan segenap perasaanku di dalamnya.
Kembali pada kegelisahan, segala ketakutan dan keraguanku selama ini pastinya tak beralasan. Jika aku berpikir dengan jernih, membayangkan diriku hanya berjalan di tempat yang sama adalah hal yang paling mengerikan. Aku terkungkung oleh kecemasan, energiku terkuras olehnya, dan aku tidak mendapatkan apa-apa. Jujur itu lebih menakutkan dibandingkan tantangan yang akan kutemui saat melangkah. Mungkin di depan sana aku akan menemui terowongan panjang nan gelap namun aku bisa membawa senter untuk berjaga-jaga. Mungkin di depan sana akan ada onak dan duri namun aku bisa memakai sepatu terbaikku agar aku tidak terluka, aku bisa menyingkirkan duri itu perlahan dengan tanganku, atau aku bisa berjinjit agar aku tak menginjaknya. Saat aku melangkah, akan ada banyak rintangan yang menghadangku tapi aku juga memiliki banyak pilihan untuk mengatasinya, bukan?
Jadi, diriku yang sedang gelisah, aku percaya bahwa kau memiliki kekuatanmu untuk berjalan. Kau memiliki akalmu untuk berpikir. Kau memiliki hatimu untuk merasa. Kau memiliki keluarga dan teman untuk berbagi. Juga Tuhan yang senantiasa menyertaimu.
Jangan takut!
Melangkahlah dengan percaya diri!
0 comments:
Post a Comment