Senja berkata kepada rembulan pada suatu hari menjelang petang, “Orang bilang indahku hanya sesaat. Orang berfikir segala yang indah hanya sekejap, seperti diriku. Betapa beruntungnya dikau, indahmu bertahan sepanjang malam. Kau temani kegelapan pengelana yang hilang arah. Kau terangi ikan-ikan yang nyaris masuk jala nelayan. Kau indah bagi semua makhluk di bumi ini.”
Rembulan pun menjawab “Wahai senja sahabatku, mungkin rona jinggamu hilang di belahan bumi utara, tapi kau masih ada di belahan bumi lainnya. Sungguh indahmu tak pernah berhenti tersebar di penjuru bumi. Bagi manusia mungkin indahmu hanya sekejap, tapi bukankah itu bagus? Kau mengingatkan mereka, tak ada yang kekal di dunia. Bahkan keindahan yang mereka jaga dan kagumi akan hilang pada waktunya."
“Wahai senja, kau memandangku indah dan menyinari, tapi tahukah bahwa cahayaku bukanlah milikku? Aku hanya meminjam cahaya sang mentari, meminjam cahayamu saat kau tenggelam dan aku terbit. Tahukah kau bahwa indahku hanya dari kejauhan? Sesungguhnya kawah besar menghuni seluruh tubuhku. Kawah yang tak bisa manusia lihat dari dari tempatnya berpijak.”
Senja terisak. Dipeluknya sahabatnya dengan lembut. “Rembulan sahabatku, kawahmu menunjukkan kekuatanmu bahwa sekalipun kau diserang jutaan meteor, kau tetap bisa bertahan di sana. Mendampingi bumi. Kau tetap di sana menggantikan mentari yang terbenam. Sehingga langit memiliki warna yang indah setiap malamnya.”
Rembulan dan senja kini saling merangkul penuh rasa syukur. Mereka hadir tidaklah sia-sia. Mereka berjanji takkan pernah mengeluh akan kekurangannya masing-masing. Apa yang mereka punya, apa yang mereka miliki patutlah menjadi anugerah yang disyukuri setiap waktu. Karena takkan menjelma bahagia, selagi mereka terus menerus mengeluh.
Thursday, January 5, 2017
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment