Ia menanti.
Terus menerus menanti.
Di kursi yang sama, di tempat yang
sama.
Walau kini tak ada lagi rinai hujan itu.
Tak ada lagi aroma
petrikor yang ia sukai, tapi ia tetap menanti.
Lihatlah.
Semua orang
menantapnya iba.
Tatapan yang paling ia benci.
Begitu menyedihkankah ia?
Apa yang salah?
Ia hanya menanti.
Ia hanya nenunggu kenangan indahnya
terulang kembali.
Ia hanya...masih berharap.
Tak peduli seberapa
menyedihkan, nyatanya ia masih duduk di sana.
Menanti siluet impiannya
muncul di ronanya cahaya senja.
Ia masih menanti.
Terus menerus menanti.
Monday, August 25, 2014
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment